Minggu, 06 Februari 2011

PESTA REJEKI

Dua Cara Mencari Rejeki
Ini cerita lama yang dulu diceritakan oleh guru ngaji saya waktu kecil. Beliau berkisah tentang dua orang yang sedang berkemah di sebuah gunung. Lama kelamaan bekal yang mereka bawa sudah habis. Akhirnya salah seorang diantaranya sebut saja Panjul bermaksud untuk turun ke desa mencari rejeki.

Tapi seorang lagi sebut saja Bejo mengatakan akan coba berdoa pada Allah untuk mendatangkan rejeki bagi mereka. Si Panjul tertawa, mana bisa rejeki datang cuma dengan berdoa? Kita harus tetap berusaha agar mendapatkan rejeki.

Bejo tetap bersikukuh bahwa rejeki datang dari Allah, bukan dari manusia. Dan Panjul tetap juga dengan pendapatnya bahwa rejeki itu harus dicari, harus bekerja. Rejeki tidak mungkin datang tiba-tiba begitu saja. Karena tidak juga menemukan kesamaan pendapat, akhirnya mereka sepakat membuktikan siapa yang paling benar.

“Baik, kita buktikan siapa yang paling benar! Aku akan turun gunung cari rejeki, sedang kamu harus tetap disini berdoa, sholat apa aja deh asal tidak bekerja”, tantang Panjul. Bejo pun menyanggupi.

Akhirnya Panjul turun gunung, bekerja sampai sore di sebuah kebun Apel. Sebagai upah hari itu, Panjul diberi sekeranjang kecil Apel. Panjul puas dengan hasil kerjanya. “Hmm.. apel sebanyak ini bisa cukup buat makan beberapa hari…hehehe…”, ucapnya dalam hati. Panjul membayangkan pasti si Bejo akan menyesal dan menarik kembali ucapannya. Mana bisa dapat rejeki cuma mengandalkan doa.

Sesampai di perkemahan dilihatnya Bejo masih tersimpuh diatas sajadahnya. Disambutnya Panjul dengan senyuman. “Bagaimana? Dapat rejekinya?”, katanya sambil tersenyum. “Dapat dong! Kalau kerja ya pasti dapat!”, ejek Panjul. “Alhamdulillah…”, jawab Bejo.

“Kamu sendiri gimana?”, tanya Panjul. “Dapat rejekinya dengan berdoa?”

“Masih belum”, jawab Bejo singkat.

“Hahaha… sudah aku bilang kan? Untung aku bawa rejeki lebih hari ini. Nih, kita bagi dua. Aku gak mungkin menghabiskannya sendiri. Bisa keburu busuk apel-apel ini”, kata Panjul.

“Alhamdulillah…Terima kasih ya Allah atas rejeki yang sudah Kau karuniakan”, Bejo menengadahkan tangannya.

Bejo tersenyum, “Benar kan? Asal kita percaya sama Allah, Dia takkan pernah meninggalkan hambaNya”. “Lihatlah, aku bisa mendapatkan rejeki yang sama denganmu walaupun hanya berdoa disini saja”.

Panjulpun tersenyum, “Hahaha… kamu memang pintar Bejo”.

Waktu saya mendapat cerita ini, saya masih belum bisa menerimanya. Tapi sekarang saya baru tahu bahwa cerita itu bukan sekedar cerita. Cerita itu sering terjadi pada kehidupan kita.

Coba anda bayangkan, jika semua makhluk harus bekerja sebagaimana bekerjanya kita, maka akan begitu banyak makhluk Allah yang tidak mendapatkan rejeki. Tapi jika “bekerja” itu adalah upaya apapun termasuk juga berdoa, maka rejeki Allah akan terasa begitu luas dan mudah.

Lihatlah bayi2 yang baru dilahirkan, burung-burung yang di dalam sangkar serta mereka yang hidup di dalam penjara. Semua orang, semua makhluk mendapatkan rejekinya, bahkan ulat yang ada didalam batu didasar lautpun mendapatkan rejekinya.

Lalu kenapa ada orang-orang yang kelaparan? Kenapa ada yang sampai meninggal?

Saya sendiri tak bisa memastikan penyebabnya. Tapi dari pengalaman saya yang pernah tinggal di kawasan kumuh, rata-rata mereka yang hidup susah meninggalkan 2 hal diatas. Mereka tidak bekerja tapi juga jauh dari Allah. Sholat Jumat aja jarang-jarang dikerjakan, mereka juga enggan bekerja. Padahal lapangan pekerjaan begitu banyak. Tapi masalahnya kadang mereka malu mengerjakannya.

Itupun Allah masih mau memberi rejeki, walaupun mungkin hanya cukup untuk bertahan hidup. Bukti lain adalah begitu banyak kyai di pondok-pondok yang pekerjaannya hanya berdoa, bermunajat dan menegakkan kalimat Allah. Tapi hidup mereka begitu sejahtera, rejeki mengalir dengan sangat derasnya.

Di lain pihak, banyak pemasar-pemasar yang sukses memulai kerajaan bisnisnya dari nol. Mereka bekerja sangat giat dan keras. Mengurangi kesenangan dan memaksimalkan semua potensinya. Mereka ini hidupnya juga sejahtera dan rejekinya pun mengalir dengan deras.

Maka ada 2 cara besar mencari rejeki. Dengan bekerja keras dan sungguh-sungguh atau dengan berdoa dan mendekatkan diri pada Allah dengan maksimal. Insya Allah keduanya akan mampu memberikan rejeki pada anda. Tapi jika anda bekerja enggan, berdoa juga ogah, jangan harap deh ada rejeki.

Jangan Persempit Rejeki Anda
Kali ini kita akan coba kembangkan sedikit ilmu syukur kita untuk memperluas rejeki. Hati-hati dengan judul diatas karena merupakan kalimat negatif yang biasanya sering jadi salah kaprah.

Tahukah anda? Bahwa banyak sekali diantara kita yang menyempitkan rejekinya sendiri. Maksudnya gimana?

Rejeki itu sebenarnya luas bahkan amat luas hingga Allah sendiri berkata:

“Dan sekiranya kamu menghitung nikmat Allah, niscaya tidak dapat menghitungnya. Sesungguhnya Tuhan itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (Surah an-Nahl, ayat 18)

Tapi kita sendiri yang kemudian menyempitkannya dengan membatasi bahwa rejeki itu hanyalah berupa uang. Kita mengecilkan makna rejeki hanya dalam hitungan angka-angka rupiah, dollar, euro, dll. Kita mengecilkan rejeki dengan memberi makna bahwa rejeki itu hanya berupa harta kekayaan saja.

Bahkan harta kekayaan itu kita kecilkan lagi dengan harta yang tidak kita terima dan ingin kita terima. Mobil yang belum jadi milik kita, rumah yang belum kita punya seringkali menjadi penyempit dan alasan bagi kita kalau kita ini tidak memiliki rejeki.

Tahukah anda? Itulah sesungguhnya yang dinamakan kufur nikmat. Maka jangan heran kalau Allah kemudian mengadzab kita dengan adzab yang pedih karena kurangnya rasa syukur kita.

Biar jelas, mari kita buat satu contoh. Kita lihat cerita si Bejo sahabat kita.

Si Bejo dulu orang yang miskin. Kemana-mana jalan kaki. Lalu dia melihat tetangganya beli sepeda. Bejo pun kerja keras agar bisa beli sepeda. Alhamdulillah sepeda berhasil kebeli bahkan lebih bagus dari milik tetangganya.

Belum sempat Bejo menikmati sepeda barunya, dia melihat tetangganya yang lain barusan beli motor baru. Bejo lalu kerja lebih keras lagi lalu coba kredit motor dan akhirnya motor baru yang lebih bagus dari milik tetangganya sudah nangkring di rumahnya.

Saat jalan-jalan dengan motor barunya, dia melihat temannya waktu kecil menyetir mobil melewatinya. Hati bejo kembali panas, di cari berbagai cara supaya bisa punya mobil.

Tapi sayang kemampuan bejo terbatas sehingga dia tak juga mampu beli mobil. Bejo stress apalagi sang teman berkali-kali datang ke rumahnya dan mengajaknya jalan-jalan dengan mobilnya. Bejo makin panas. Bejo marah-marah, kena stroke dan harus dirawat di rumah sakit. Motor di oper kredit karena belum lunas, sepeda dijual untuk biaya berobat hingga rumahnya yang warisan itupun harus rela dilepas.

Lain si Bejo lain lagi si Panjul.

Si Panjul juga semiskin Bejo. Kerja di tempat yang sama dengan bejo. Tak punya sepeda persis seperti bejo. Karena itu bejo suka padanya karena kelihatannya dia lebih mlarat.

Saat bejo punya sepeda, Panjul mengucapkan, “Alhamdulillah.. bejo bisa beli sepeda. Ada yang bisa diajak numpang nih, biarlah jadi sopir yang penting gak telat masuk kerja”.

Alhamdulillah Panjul jadi gak perlu jalan lagi ke tempat kerja, dia memang tak punya sepeda, tapi dia bisa naik sepeda bejo waktu kerja. Gak lama setelah itu bejo beli motor, lagi-lagi Panjul bersorak

“Alhamdulillah, bejo udah kaya. Dia bisa beli motor. Jadi aku gak perlu genjot sepeda terus nih”.

Maka jadilah Panjul sopir bejo tiap hari. Membonceng bejo yang duduk di belakang sambil ngantuk-ngantuk.

Pas lihat teman bejo sering bawa mobil ke rumah bejo, Panjul lagi-lagi bersyukur. “Alhamdulillah, bejo sekarang punya teman kaya. Bawa mobil terus temannya. Mungkin bejo akan beli mobil juga. Asyik bisa naik mobil, kemana-mana gak kepanasan, gak kehujanan”.

Tapi gara-gara temannya diusir bejo dari rumahnya sang teman jadi sedih. Dia mengeluarkan mobilnya dengan gontai. Panjulpun menyapanya, “Assalamu’alaikum Bos, ada apa? Baru ketemu teman kok kayaknya sedih”. Setelah cerita-cerita dan tahu masalahnya si Panjul ngasih usulan.

“Daripada mubadzir, gimana kalau ajak anak tetangga saya. Dia anak yatim bos”

Si bos setuju. Bahkan karena si anak gak berani berangkat sendiri si Panjulpun “terpaksa” ikut menemani. “Alhamdulillah, tadi bayangin jadi sopir ternyata malah jadi bos. Duduk di mobil mewah, di bagian belakang”

Dua kisah diatas mungkin terlalu dilebih-lebihkan. Tapi pada kenyataannya seperti itulah yang terjadi. Terlalu sering kita mencari dan mengejar yang bukan milik kita. Dan seringkali kita menganggap tidak ada apa yang sudah dikaruniakan Allah pada kita.

Bejo yang punya sepeda, motor dan teman yang baik. Tapi panjul justru yang menikmati semuanya. Panjul mensyukuri sekecil apapun nikmat yang Allah berikan padanya. Maka Allah makin menambah nikmat untuknya. Bagaimana dengan anda?

Allah Lebih Jenius dari yang Anda Kira
Artikel ini bisa disebut artikel dukungan sekaligus bantahan atas ceramah ustad Yusuf Mansur :) Ya, saya mendukung sekali ucapan beliau bahwa Allah itu amat sangat bisa diandalkan. Tiada penolong yang lebih baik dariNya dan hanya Dialah seharusnya tempat kita meminta pertolongan.

Tapi menganalogikan Allah dengan pemain catur yang melakukan tindakan diluar kewajaran aturan permainan itu yang kurang saya setujui. Dengan melakukan hal itu, berarti Allah tidak mematuhi sunnatullah yang dibuatNya sendiri. Allah juga tidak adil. Itu sih sebenarnya masih sah-sah saja karena Allah adalah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu bahkan atas keputusanNya sendiri.

Hanya saja Allah tentunya punya cara yang jauh lebih jenius daripada berbuat “curang” dengan memby-pass aturanNya sendiri.

Kalau analogi saya, mungkin selama ini kita bermain catur seperti anak yang baru belajar main. Sedangkan Allah bermain catur lebih master dari para grand master. Itulah kenapa, Allah selalu tahu bagaimana mengabulkan apapun yang kita inginkan tanpa perlu merusak atau membypass tatanan yang sudah ada.

Seringkali secara tak sadar kita “meremehkan” kejeniusan Allah. Kita tidak berani meminta hal-hal yang besar. Kita lebih suka meminta pada manusia bahkan beberapa lagi meminta pada benda.. naudzubillah..

Bayangkan jika anda seorang super duper jenius di samping anda. Bukan cuma jenius, tapi dia juga pemimpin yang sangat berkuasa. Ketika anda butuh bantuan, masihkah anda akan mencari orang lain? Saya yakin tidak.

Masalahnya seringkali kita ini menganggap Allah itu “tidak ada” atau “tidak nyata”, sehingga ketika butuh sesuatu, bukan Allah yang kita cari, tapi makhluk yang punya banyak keterbatasan. Padahal kita tahu betapa hebatnya Allah. Nah, pengetahuan ini, mustinya harus jadi keyakinan dan diwujudkan dalam perbuatan dan sikap kita sehari-hari.

Ingatlah, Allah lebih jenius dari yang bisa anda bayangkan. Dia pasti tahu apa yang harus dilakukan untuk membantu anda. Tentunya dengan caranya yang luar biasa dahsyat!

Sedikit cerita lagi yang mudah-mudahan bisa membuat anda makin mengerti betapa jeniusnya Allah

Alkisah Panjul dan Bejo yang sama-sama lahir. Sayangnya Bejo dilahirkan di keluarga kurang berada tapi punya ayah yang jenius. Sedang panjul, lahir di keluarga kaya raya dengan ayah yang selalu memenuhi permintaannya.

Untuk mendapat mainan baru, Panjul tinggal bilang dan tak sampai menunggu besok, mainan itu akan dia dapatkan.

Untuk mendapat mainan baru, Bejo tinggal bilang dan ayahnya akan mengajari bagaimana mendapatkannya. Setelah mengikuti nasihat dan cara ayahnya, Bejo baru mendapatkan mainannya walaupun tidak persis seperti yang dia harapkan.

Singkat cerita, setelah dewasa, Panjul tetaplah Panjul yang manja. Dan saat orang tuanya tiada, dia jatuh ke lembah kemiskinan dan penderitaan.

Bagaimana dengan Bejo? Pengalamannya menemui masalah dan perjuangannya yang berat untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, menjadi bekal besarnya dalam menghadapi kehidupan. Bejopun jadi pengusaha sukses atas aneka ide-ide orisinil yang berhasil dia ciptakan.

Allah yang kebanyakan diyakini oleh kita adalah seperti ayah Panjul. Seringkali kita menganggap Allah itu seperti Jin Lampu di film Aladin. Begitu minta, sim salabim apa yang kita inginkan muncul. Ketika kita menghadapi kenyataan bahwa permintaanya itu tidak begitu saja diberikan, akhirnya membuat keyakinan kita luntur.

Padahal Allah itu seperti ayah Bejo. Dimana saat kita meminta, Allah menunjukkan bagaimana cara mendapatkannya. Ibaratnya kita minta ikan, Allah justru membawa kita ke hutan bambu dimana tidak ada air disana. Tapi dengan ketekunan dan rasa syukur, kita ubah bambu2 itu menjadi jaring dan kitapun bisa mendapatkan ikan dengan jauh lebih mudah.

Nah, sekarang mulailah berpikir positif pada Allah. Syukuri apapun yang Dia berikan pada kita. Karena Allah lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Allah tahu apa yang paling tepat bagi masa depan kita.

Libatkan Allah
Urusan manusia di dunia ini buanyuaaak banget. Dan kayaknya gak selesai-selesai deh masalah yang dihadapi. Yang sibuk pusing gimana menyelesaikan segala urusannya. Yang nganggur juga pusing apa yang musti dilakukan biar gak nganggur. Yang tidurnya enak pusing karena keenakan tidur sehingga jadwalnya amburadul. Yang gak bisa tidur pusing karena kecapekan sendiri pengen tidur.

Padahal, kita kan punya Allah yang senantiasa siap membantu dan memberikan pertolongannya. Kenapa kita tak coba mendekatiNya dan menjadi kekasihNya. Sebesar apapun masalah kita, Allah jauh lebih besar dari itu semua. Bahkan kalau masalah2 besar kita digabung, Allah masih jauh lebih besar.

Dengan melibatkan Allah dalam tim kita, maka kita akan punya energi baru yang luar biasa besarnya. Apalagi kalau tujuan kita benar-benar mulia dan bermanfaat, makin kenceng tuh energinya.

Seringkali kita inikan lupa kalau lagi mengurusi sesuatu. Allah memang tidak akan turun langsung di hadapan kita. Tapi Allah bisa menggerakkan makhluk-makhluknya agar rencana kita berjalan dengan baik. Bahkan saat rencana kita “kelihatan” gagal, Allah tetap menyampaikan tujuan kita dengan jauh lebih baik.

Bagaimana cara melibatkan Allah?

Tentunya dengan berdoa padanya. Kalau perlu sholat dulu sebelum beraktifitas. Gampang aja kan? Apalagi sebagai seorang muslim, kita senantiasa disunnahkan untuk membaca Basmalah dalam setiap aktifitas kita. Bismilllah itu kan artinya dengan nama Allah. Jadi, kita bertindak selaku wakil Allah.

Bagaimana mungkin seorang wakil tidak konsultasi atau laporan dulu pada yang diwakili? Tul nggak? Jadi, berdoa saja sama Allah, utarakan rencana-rencana anda pada hari ini. Kalau bingung, tulis aja rencana-rencana anda dan sampaikan dalam doa anda.

Mudah-mudahan dengan selalu melibatkan Allah dalam setiap urusan kita, Allah akan senantiasa membantu kita dalam setiap kesulitan yang kita hadapi.

BY. lutviavandi.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger